Banyak
orang di dunia ini menolak untuk mengakui hakekat alamiah keilahianYesus.
Mereka menuduh bahwa ketuhanan Yesus hanyalah semacam karangan para
pengikut-Nya yang sanagt terpengaruh oleh mujizat-mujizat yang diperbuat-Nya,
sementara pengakuan keilahian Yesus tidak pernah tercetus dari bibir-Nya
sendiri. Yesus tidak pernah secara langsung mengatakan bahwa, “Aku adalah
Allah,” tetapi pada banyak kesempatan Ia melakukan dan mengatakan sesuatu
yang menuntun orang
ke arah sana.
ke arah sana.
Salah satu perkataan-Nya yang seperti itu terdapat di dalam
Yohanes 13:13, yang berbunyi,
“Kamu
menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan
Tuhan.”
Sering
terdengar bahwa orang-orang ini mendasari klaim mereka bahwa Yesus adalah
manusia biasa pada kenyataan bahwa ‘Allah itu tidak mati tetapi Yesus
pernah mati,’ ‘Allah tidak lelah tetapi Yesus merasa lelah,’ ‘Allah tidak
lapar, tetapi Yesus perlu makan,’ dan banyak lagi yang seperti itu. Yesus
mengatakan di dalam Yohanes 14:9, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia
telah melihat Bapa.” Apakah mereka ini hanya mampu melihat sisi fisik
dari Yesus? Kita bisa mendiskusikan masalah jasmaniah Yesus secara terpisah,
tetapi marilah lihat salah satu sifat yang luarbiasa dari Yesus, yang tidak
mungkin dimiliki manusia siapapun.
Mari kita
lihat salah satu sifat isimewa dari manusia, yang telah menyebabkan penderitaan
yang amat sangat bagi Yesus sampai dengan menyerahkan hidupnya di kayu salib,
seperti yang didefiniskan oleh nabi Yesaya sebagai,
“Kita
sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri,
tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. (Yesaya 53:6)
Hal ini
adalah kenyataan yang tidak terpungkiri dari semua manusia, seperti yang
dinyatakan rasul Paulus di dalam Perjanjian Baru (PB)
“Karena
semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,” (Roma 3:23)
Sifat
penuh dosa dari manusia juga dinyatakan melalui Rasul Paulus sebagai,
“Sebab
itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh
dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang,
karena semua orang telah berbuat dosa.” (Roma
5:12)
Tidak ada
seorang manusiapun yang pernah melangkahkan kakinya di muka bumi ini yang tidak
berdosa, dan tidak akan pernah ada di kemudian hari. Sifat alamiah yang berdosa
ini tidak mengecualikan seorangpun, dan tidak ada seorang manusiapun yang dapat
membebaskan dirinya dari kuasa dosa yaitu maut. Karakter utama manusia adalah
berdosa.
Sifat
alamiah manusia ini pernah dipakai Yesus untuk menantang para ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Parisi yang begitu bersemangat untuk menghukum seorang wanita
yang kedapatan berzina dengan melemparinya dengan batu sampai mati, sesuai
dengan hukum Musa
Perkataan Yesus,
Perkataan Yesus,
“Barangsiapa
di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada
perempuan itu.” (Yohanes 8:7)
telah
memaksa mereka mundur satu per satu mulai dari yang tertua. Yesus menempatkan
mereka tepat di depan cermin sehingga mereka mampu menyadari keberdosaan
alamiah mereka. Setelah semua mereka pergi meninggalkan Yesus dan wanita
tersebut, Yesus berkata kepadanya,
“Akupun
tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari
sekarang.” (Yohanes 8:11)
Pernyataan
ini datang dari Yesus yang menurut orang-orang Yahudi, tidak berdosa. Oleh
sebab itu, Ia berhak menghukum perempuan itu atau melepaskannya, sebab
tindakkan-Nya itu tidak memperoleh gugatan apa-apa dari orang-orang Yahudi.
Tidak ada seorangpun yang berani mempertanyakan tindakan Yesus dengan berkata, “Siapa
yang memberi-Mu hak untuk mengampuni dosa?” Pernyataan kasih sayang yang
berisikan pengampunan itu kemudian diikuti oleh pernyataan yang penuh wibawa
dan kuasa, “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Perjanjian
baru mencatat peristiwa lain ketika Yesus menantang orang-orang Yahudi tentang
ketidak-percayaan mereka. Ia berkata,
“Siapakah
di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan
kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepada-Ku?” (Yohanes 8:46)
Mencengangkan
bukan? Yesus membuat para ahli Torat dan orang-orang Parisi terdiam dan tidak
mampu menyangkali ketidak-berdosaan kehidupan Yesus. Sangat mengherankan bahwa
Yesus yang tidak berdosa ini berkecimpung dengan para pemungut cukai, wanita
tunasusila dan orang-orang berdosa yang lain, tanpa terpengaruh oleh kebiasaan
hidup mereka yang berdosa. Apakah Ia tidak pernah sekalipun mengucapkan
kata-kata kotor yang mereka sering ucapkan? Apakah tidak sekalipun Ia memikirkan
hal-hal kotor yang sering mereka pikirkan? Orang-orang Yahudi yang menganggap
diri mereka tidak bedosa sekalipun, tidak pernah mampu mengangkat kenyataan
pergaulan Yesus dengan orang-orang berdosa tersebut untuk menunjuk satu titik
noda kecilpun di dalam hidup-Nya. Apakah seorang manusia biasa sanggup untuk
itu?
Sifat
alamiah yang Yesus tidak berdosa inipun diakui oleh penulis kitab Ibrani – yang
besar kemungkinannya adalah Paulus, dengan menulis,
“Sebab
Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut
merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah
dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” (Ibrani
4:15)
Sesorang
yang sederhana dan jujur tentu tidak akan menggaris-bawahi hanya bagian “sama
dengan kita, Ia telah dicobai,” untuk mendukung argumentasinya bahwa
Yesus hanyalah seorang manusia biasa sebab Ia bisa dicobai, sebab adalah hal
yang logis bahwa kalau Allah bisa dicobai, maka semua yang lain juga bisa
dicobai. Jika Allah memang tidak bisa dicobai, lalu mangapa harus ada peraturan
Allah yang berbunyi, “Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (Matius
4:7, Ulangan 6:6). Perhatikan bahwa bisa dicobai ini hanya terkait dengan
tindakan di pihak manusia dan bukan dengan akibatnya di pihak Allah. Allah
tidak bisa berdosa, dan karena itu tidak bisa jatuh ke dalam pencobaan. Dalam
diskusi ini, kita sebaiknya menggaris-bawahi seluruh paruh kedua dari ayat ini
yang berbunyi, “sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya
tidak berbuat dosa,” yang mempelihatkan sifat dasar Yesus yang tidak
dimiliki oleh manusia.
Di dalam
bagian lanjutan dari kitab Ibrani, sifat ketidak-berdosaan Yesus dikemukakan
sekali lagi dengan kata-kata,
“betapa
lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya
sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan
hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat
beribadah kepada Allah yang hidup.” (Ibrani
9:14)
Ayat ini
dapat dijadikan referensi yang baik untuk mereka yang tetap memaksa bahwa Yesus
bukanlah Allah sebab Allah tidak mati sedangkan Yesus pernah mati. Pikirkan
tentang alasan mereka yang lain dari Yohanes 17:3, yaitu “dan mengenal
Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” Jika benar bahwa Bapa mengutus
Yesus seperti yang kita pahami di dalam hidup sesehari kita, maka apapun yang
Yesus lakukan harus atas perintah Bapa. Karena itu, apakah Yesus rela atau
tidak, Ia harus menyerahkan hidup-Nya, sesuai dengan perintah Bapa. Iya kan?
Jika hal ini benar, maka kita tidak akan menemukan ungkapan, “mempersembahkan
diri-Nya sendiri.” Kata-kata ini menunjukkan bahwa Yesus mengorbankan
nyawa-Nya atas kerelaan-Nya sendiri. Masih belum yakin juga? Coba simak ayat
yang berikut ini!
“Bapa
mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali.
Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut
kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya
kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku.” (Yohanes 10:17-18)
Allah
tidak akan pernah memberikan kuasa seperti ini kepada seorang manusia atau
malaikat sekalipun. Tidak ada manusia yang berkuasa atas hidupnya sendiri tetapi
hanya Allah. Memang benar bahwa Yesus pernah mati, tetapi bukan karena Ia
dibunuh seperti yang kita amati di dalam hidup sesehari kita, tetapi karena Ia
dengan sukarela memberikannya. Apakah masuk akal bahwa Tokoh yang memanggil
Lazarus yang sudah membusuk keluar hidup-hidup dari dalam kuburnya ini bisa
dengan begitu mudah ditangkap, disesah dan disalibkan sampai mati? Tidak ada
seorangpun, baik prajuruid maupun raja, dapat merampas nyawa Yesus
daripada-Nya.
Satu hal
penting yang perlu dicatat juga dari Ibrani 9:14 di atas adalah bahwa “Yesus
menyerahkan hidup-Nya melalui Roh Kudus.” Hal ini menyatakan bahwa Allah
Bapa tidak pernah bekerja sendirian. Kita akan bisa temukan pekerjaan Bapa,
Firman yang menjadi Manusia, dan Roh Kudus atau Roh Allah atau Roh TUHAN,
dimana-mana di dalam Alkitab. Hal ini akan sangat menarik untuk didiskusikan.
“Ia
tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya.” (1 Petrus 2:22)
Pernyataan
seperti ini belum pernah dan tidak akan pernah diberikan kepada seorang
manusia. Satu-satunya ‘pribadi’ tanpa dosa yang bisa dikenal manusia adalah
Yesus Kristus, yang adalah Gambaran Sempurna Allah. Setiap kita diperhadapkan
kepada dua pilihan saja, entah memilih untuk percaya bahwa Yesus Kristus
adalah Allah di dalam Daging, yang disebut Imanuel, atau tidak
percaya sama sekali kepada Yesus. Tidak ada posisi netral. Kita mungkin sudah
berulang-kali membaca atau mendengar pernyataan istimewa yang sangat jelas dari
Yesus di dalam Yohanes 14:6 yang berbunyi,
“Akulah
jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa,
kalau tidak melalui Aku.”
Jika kita
mengalihkan pandangan kita dari peran seorang wakil atau agen tunggal di dalam
transaksi bisnis kita sesehari, maka kita akan bisa mengerti bahwa pernyataan
di atas hanya akan berlaku jika Yesus adalah Allah di dalam daging. Jika kita
mengaku bahwa kita adalah pengikut Kristus tetapi enggan untuk membuang
persepsi kedagingan tantang Yesus, maka Firman Yesus untuk Filipus berikut ini
berlaku untuk kita juga.
“Telah
sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku?
Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata:
Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.” (Yohanes
14:9)
Baca dan
renungkanlah juga ayat-ayat 10 dan 11 dari Yohanes 14 ini dan mungkin Anda akan
mulai melihat kebenaran-Nya. Saya sungguh berharap dan berdoa bahwa Roh Kudus
berkenan tinggal di dalam kita sehingga kita bisa memandang Yesus seperti
Paulus dan Petrus. Allah memberkati kita semua.
Shalom,
Samuel Hendriks
Shalom,
Samuel Hendriks
Sumber: http://samuelhendriks.wordpress.com