Rabu, 14 November 2012

KeilahianYesus


Banyak orang di dunia ini menolak untuk mengakui hakekat alamiah keilahianYesus. Mereka menuduh bahwa ketuhanan Yesus hanyalah semacam karangan para pengikut-Nya yang sanagt terpengaruh oleh mujizat-mujizat yang diperbuat-Nya, sementara pengakuan keilahian Yesus tidak pernah tercetus dari bibir-Nya sendiri. Yesus tidak pernah secara langsung mengatakan bahwa, “Aku adalah Allah,” tetapi pada banyak kesempatan Ia melakukan dan mengatakan sesuatu yang menuntun orang
ke arah sana. 

Salah satu perkataan-Nya yang seperti itu terdapat di dalam Yohanes 13:13, yang berbunyi,
“Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.” 

Sering terdengar bahwa orang-orang ini mendasari klaim mereka bahwa Yesus adalah manusia biasa pada kenyataan bahwa ‘Allah itu tidak mati tetapi Yesus pernah mati,’ ‘Allah tidak lelah tetapi Yesus merasa lelah,’ ‘Allah tidak lapar, tetapi Yesus perlu makan,’ dan banyak lagi yang seperti itu. Yesus mengatakan di dalam Yohanes 14:9, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.” Apakah mereka ini hanya mampu melihat sisi fisik dari Yesus? Kita bisa mendiskusikan masalah jasmaniah Yesus secara terpisah, tetapi marilah lihat salah satu sifat yang luarbiasa dari Yesus, yang tidak mungkin dimiliki manusia siapapun. 

Mari kita lihat salah satu sifat isimewa dari manusia, yang telah menyebabkan penderitaan yang amat sangat bagi Yesus sampai dengan menyerahkan hidupnya di kayu salib, seperti yang didefiniskan oleh nabi Yesaya sebagai,

“Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. (Yesaya 53:6)
Hal ini adalah kenyataan yang tidak terpungkiri dari semua manusia, seperti yang dinyatakan rasul Paulus di dalam Perjanjian Baru (PB)
“Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,” (Roma 3:23)
Sifat penuh dosa dari manusia juga dinyatakan melalui Rasul Paulus sebagai,
“Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” (Roma 5:12) 

Tidak ada seorang manusiapun yang pernah melangkahkan kakinya di muka bumi ini yang tidak berdosa, dan tidak akan pernah ada di kemudian hari. Sifat alamiah yang berdosa ini tidak mengecualikan seorangpun, dan tidak ada seorang manusiapun yang dapat membebaskan dirinya dari kuasa dosa yaitu maut. Karakter utama manusia adalah berdosa. 

Sifat alamiah manusia ini pernah dipakai Yesus untuk menantang para ahli-ahli Taurat dan orang-orang Parisi yang begitu bersemangat untuk menghukum seorang wanita yang kedapatan berzina dengan melemparinya dengan batu sampai mati, sesuai dengan hukum Musa
Perkataan Yesus,
“Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” (Yohanes 8:7)
telah memaksa mereka mundur satu per satu mulai dari yang tertua. Yesus menempatkan mereka tepat di depan cermin sehingga mereka mampu menyadari keberdosaan alamiah mereka. Setelah semua mereka pergi meninggalkan Yesus dan wanita tersebut, Yesus berkata kepadanya,
“Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yohanes 8:11) 

Pernyataan ini datang dari Yesus yang menurut orang-orang Yahudi, tidak berdosa. Oleh sebab itu, Ia berhak menghukum perempuan itu atau melepaskannya, sebab tindakkan-Nya itu tidak memperoleh gugatan apa-apa dari orang-orang Yahudi. Tidak ada seorangpun yang berani mempertanyakan tindakan Yesus dengan berkata, “Siapa yang memberi-Mu hak untuk mengampuni dosa?” Pernyataan kasih sayang yang berisikan pengampunan itu kemudian diikuti oleh pernyataan yang penuh wibawa dan kuasa, “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” 

Perjanjian baru mencatat peristiwa lain ketika Yesus menantang orang-orang Yahudi tentang ketidak-percayaan mereka. Ia berkata,
“Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepada-Ku?” (Yohanes 8:46)
Mencengangkan bukan? Yesus membuat para ahli Torat dan orang-orang Parisi terdiam dan tidak mampu menyangkali ketidak-berdosaan kehidupan Yesus. Sangat mengherankan bahwa Yesus yang tidak berdosa ini berkecimpung dengan para pemungut cukai, wanita tunasusila dan orang-orang berdosa yang lain, tanpa terpengaruh oleh kebiasaan hidup mereka yang berdosa. Apakah Ia tidak pernah sekalipun mengucapkan kata-kata kotor yang mereka sering ucapkan? Apakah tidak sekalipun Ia memikirkan hal-hal kotor yang sering mereka pikirkan? Orang-orang Yahudi yang menganggap diri mereka tidak bedosa sekalipun, tidak pernah mampu mengangkat kenyataan pergaulan Yesus dengan orang-orang berdosa tersebut untuk menunjuk satu titik noda kecilpun di dalam hidup-Nya. Apakah seorang manusia biasa sanggup untuk itu?
Sifat alamiah yang Yesus tidak berdosa inipun diakui oleh penulis kitab Ibrani – yang besar kemungkinannya adalah Paulus, dengan menulis,
“Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” (Ibrani 4:15) 

Sesorang yang sederhana dan jujur tentu tidak akan menggaris-bawahi hanya bagian “sama dengan kita, Ia telah dicobai,” untuk mendukung argumentasinya bahwa Yesus hanyalah seorang manusia biasa sebab Ia bisa dicobai, sebab adalah hal yang logis bahwa kalau Allah bisa dicobai, maka semua yang lain juga bisa dicobai. Jika Allah memang tidak bisa dicobai, lalu mangapa harus ada peraturan Allah yang berbunyi, “Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (Matius 4:7, Ulangan 6:6). Perhatikan bahwa bisa dicobai ini hanya terkait dengan tindakan di pihak manusia dan bukan dengan akibatnya di pihak Allah. Allah tidak bisa berdosa, dan karena itu tidak bisa jatuh ke dalam pencobaan. Dalam diskusi ini, kita sebaiknya menggaris-bawahi seluruh paruh kedua dari ayat ini yang berbunyi, “sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa,” yang mempelihatkan sifat dasar Yesus yang tidak dimiliki oleh manusia. 

Di dalam bagian lanjutan dari kitab Ibrani, sifat ketidak-berdosaan Yesus dikemukakan sekali lagi dengan kata-kata,
“betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup.” (Ibrani 9:14) 

Ayat ini dapat dijadikan referensi yang baik untuk mereka yang tetap memaksa bahwa Yesus bukanlah Allah sebab Allah tidak mati sedangkan Yesus pernah mati. Pikirkan tentang alasan mereka yang lain dari Yohanes 17:3, yaitu “dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” Jika benar bahwa Bapa mengutus Yesus seperti yang kita pahami di dalam hidup sesehari kita, maka apapun yang Yesus lakukan harus atas perintah Bapa. Karena itu, apakah Yesus rela atau tidak, Ia harus menyerahkan hidup-Nya, sesuai dengan perintah Bapa. Iya kan? Jika hal ini benar, maka kita tidak akan menemukan ungkapan, “mempersembahkan diri-Nya sendiri.” Kata-kata ini menunjukkan bahwa Yesus mengorbankan nyawa-Nya atas kerelaan-Nya sendiri. Masih belum yakin juga? Coba simak ayat yang berikut ini!
“Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku.” (Yohanes 10:17-18) 

Allah tidak akan pernah memberikan kuasa seperti ini kepada seorang manusia atau malaikat sekalipun. Tidak ada manusia yang berkuasa atas hidupnya sendiri tetapi hanya Allah. Memang benar bahwa Yesus pernah mati, tetapi bukan karena Ia dibunuh seperti yang kita amati di dalam hidup sesehari kita, tetapi karena Ia dengan sukarela memberikannya. Apakah masuk akal bahwa Tokoh yang memanggil Lazarus yang sudah membusuk keluar hidup-hidup dari dalam kuburnya ini bisa dengan begitu mudah ditangkap, disesah dan disalibkan sampai mati? Tidak ada seorangpun, baik prajuruid maupun raja, dapat merampas nyawa Yesus daripada-Nya. 

Satu hal penting yang perlu dicatat juga dari Ibrani 9:14 di atas adalah bahwa “Yesus menyerahkan hidup-Nya melalui Roh Kudus.” Hal ini menyatakan bahwa Allah Bapa tidak pernah bekerja sendirian. Kita akan bisa temukan pekerjaan Bapa, Firman yang menjadi Manusia, dan Roh Kudus atau Roh Allah atau Roh TUHAN, dimana-mana di dalam Alkitab. Hal ini akan sangat menarik untuk didiskusikan.
“Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya.” (1 Petrus 2:22) 

Pernyataan seperti ini belum pernah dan tidak akan pernah diberikan kepada seorang manusia. Satu-satunya ‘pribadi’ tanpa dosa yang bisa dikenal manusia adalah Yesus Kristus, yang adalah Gambaran Sempurna Allah. Setiap kita diperhadapkan kepada dua pilihan saja, entah memilih untuk percaya bahwa Yesus Kristus adalah Allah di dalam Daging, yang disebut Imanuel, atau tidak percaya sama sekali kepada Yesus. Tidak ada posisi netral. Kita mungkin sudah berulang-kali membaca atau mendengar pernyataan istimewa yang sangat jelas dari Yesus di dalam Yohanes 14:6 yang berbunyi,
“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” 

Jika kita mengalihkan pandangan kita dari peran seorang wakil atau agen tunggal di dalam transaksi bisnis kita sesehari, maka kita akan bisa mengerti bahwa pernyataan di atas hanya akan berlaku jika Yesus adalah Allah di dalam daging. Jika kita mengaku bahwa kita adalah pengikut Kristus tetapi enggan untuk membuang persepsi kedagingan tantang Yesus, maka Firman Yesus untuk Filipus berikut ini berlaku untuk kita juga.
“Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.” (Yohanes 14:9) 

Baca dan renungkanlah juga ayat-ayat 10 dan 11 dari Yohanes 14 ini dan mungkin Anda akan mulai melihat kebenaran-Nya. Saya sungguh berharap dan berdoa bahwa Roh Kudus berkenan tinggal di dalam kita sehingga kita bisa memandang Yesus seperti Paulus dan Petrus. Allah memberkati kita semua.
Shalom,
Samuel Hendriks

Sumber: http://samuelhendriks.wordpress.com